Serial Detektif Sherlock Holmes : Kapal Gloria Scott

“INI ada beberapa catatan,” kata temanku, Sherlock Holmes, ketika kami sedang duduk berdampingan di depan perapian pada suatu malam di musim dingin, “yang kurasa, Watson, perlu sekali kau baca. Isinya dokumen dokumen kasus Gloria Scott yang luar biasa itu, dan pesan inilah yang telah menimbulkan ketakutan yang amat sangat pada Yang Mulia Hakim Trevor, ketika dia selesai membacanya.”

Dia mengambil sebuah silinder yang berwarna buram lalu membuka pengikatnya. Kemudian, diserahkannya sepotong kertas berwarna abu-abu yang bertuliskan sebuah pesan.

“Semua binatang buruan telah cukup lama terbongkar tempat persembunyiannya. Hudson, penjaga hutan, membuka ratusan tempat rahasia mereka. Tolong selamatkan mereka demi nyawamu!”

Waktu aku mendongak setelah membaca pesan yang penuh teka-teki ini, kulihat Holmes tergelak melihat ekspresi wajahku.

“Kau kelihatannya agak bingung,” katanya.”Aku tak mengerti mengapa pesan seperti itu bisa  menimbulkan rasa takut yang luar biasa.

Menurutku, pesan itu lebih banyak anehnya daripada menakutkan.”

“Nampaknya memang begitu. Tapi pada kenyataannya si pembaca, seorang pria tua yang tegap dan gagah, ternyata sangat terguncang, bagaikan sedang ditodong dengan moncong pistol.”

“Wah, aku jadi penasaran,” kataku. “Tapi, kenapa kaukatakan tadi bahwa ada alasan-alasan khusus mengapa aku perlu mempelajari kasus ini?”

“Karena ini kasus pertama yang kutangani.”

Aku sering berupaya untuk mencari tahu apa yang telah menyebabkan temanku yang satu ini beralih ke masalah-masalah kriminal, tapi dia tak pernah mau berterus terang. Kini, dicondongkannya tubuhnya dan disebarnya dokumen-dokumen yang dimaksudkannya itu di pangkuannya. Lalu dia menyalakan pipanya dan selama beberapa saat duduk merokok sambil membalik-balik dokumen dokumen itu.

“Kau belum pernah mendengarku bercerita tentang Victor Trevor?” tanyanya. “Dialah satu-satunya  temanku ketika kuliah selama dua tahun dulu. Aku memang tak suka bergaul, Watson. Aku lebih suka mendekam di kamar dan mengutak-atik cara berpikirku. Itulah sebabnya aku tak terlalu akrab dengan teman-teman seangkatanku. Olahraga yang kuminati cuma tinju dan anggar, dan jurusan yang kuambil pun tak umum dipilih oleh teman-temanku, jadi, ya praktis putus hubungan sama sekali. Cuma Trevor yang kukenal, dan itu pun melalui kecelakaan. Anjingnya menggigit pergelangan kakiku ketika aku sedang berjalan menuju kapel pada suatu pagi.