Serial Detektif Hercule Poirot : Empat Besar

Ada orang yang selalu bisa menlkmati perjalanan menyeberangi Selat Kanal; mereka bisa duduk tenang di kursi geladak, dan begitu tiba, menunggu sampai kapal betul-betul sudah tertambat, baru mengumpulkan barang-barang bawaannya tanpa terburu-buru lalu naik ke darat. Aku sendiri tak pernah bisa demikian. Begitu menjejakkan kaki di kapal, aku terus merasa tak ada waktu lagi untuk mengerjakan apa pun dengan santai. Kopor-kopor kupindah-pindahkan saja dan bila ke ruang bawah untuk makan, makanan kulahap saja dengan perasaan kuatir kalau-kalau kapal tiba-tiba sudah sampai, padahal aku masih ada di bawah. Semuanya itu mungkin cuma peninggalan masa perang dulu, waktu prajurit akan mengambil cuti pendek. Biasanya waktu itu penting sekali mencari tempat di dekat tangga pendaratan, supaya bisa segera naik ke darat agar tidak kehilangan barang semenit pun dari masa cuti yang hanya empat atau lima hari.

Di pagi hari bulan Juli itu, aku berdiri di pagar kapal, memperhatikan batu karang putih Dover yang kian mendekat. Heran aku melihat para penumpang yang dengan tenang duduk-duduk. Tak satu kali pun ada yang mengangkat mata untuk menikmati pemandangan pertama dari negeri kelahirannya. Tapi mereka mungkin memang berbeda dari keadaanku sendiri. Kebanyakan pasti hanya menyeberang ke Paris untuk berakhir pekan, sedang aku sendiri sudah tinggal di sebuah tanah peternakan di Argentina selama satu setengah tahun terakhir ini. Aku jadi kaya di sana, dan berdua dengan istriku telah dapat menikmati hidup bebas dan nyaman di Amerika Selatan ini. Meski demikian tercekat juga leherku ketika kulihat pantai yang begitu kukenal itu makin lama makin mendekat.